Gambar ilustrasi/istock |
JAKARTA.BERITATANGERANG.CO.ID - Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam sistem pendidikannya. Meskipun pemerintah telah mencoba untuk mengadopsi sistem pendidikan yang diakui secara global, seperti sistem pendidikan Finlandia, hasilnya jauh dari memuaskan. Kebijakan ini tidak berhasil diterapkan di Indonesia dengan efektif. Hal ini memunculkan berbagai pertanyaan, terutama mengenai mengapa sistem yang sukses di Finlandia gagal menghasilkan dampak yang sama di Indonesia.
Sebagai negara yang sering dikutip sebagai contoh dalam pendidikan, Finlandia memiliki sistem yang terkenal karena pendekatan inovatifnya, yang memberikan fleksibilitas kepada siswa, menghilangkan peringkat dan ujian berlebihan, serta fokus pada pengembangan individu secara holistik. Namun, ketika Indonesia mencoba mengadopsi sebagian besar komponen dari sistem ini, hasilnya justru sebaliknya.
Zonasi Pendidikan: Tujuan Mulia, Pelaksanaan Bermasalah
Kebijakan zonasi pendidikan di Indonesia diperkenalkan sebagai salah satu upaya untuk mendistribusikan siswa secara lebih merata dan meningkatkan kesetaraan dalam akses pendidikan. Namun, zonasi malah memperlihatkan tantangan tersendiri dalam penerapannya.
Di kota Malang, misalnya, distribusi sekolah menunjukkan ketimpangan yang signifikan. Dari 10 sekolah menengah atas negeri (SMA Negeri) yang ada di kota tersebut, 8 sekolah berada di satu kecamatan. Hal ini menyebabkan siswa dari kecamatan lain kesulitan untuk mengakses sekolah negeri. Mereka harus memilih sekolah swasta atau sekolah kejuruan (SMK) yang mungkin tidak sesuai dengan pilihan akademis mereka.
Masalah zonasi tidak hanya terlihat di Malang, tetapi juga di banyak daerah lain di Indonesia. Infrastruktur pendidikan di negara ini belum memadai untuk mendukung kebijakan zonasi yang ideal. Banyak daerah yang tidak memiliki sekolah negeri yang cukup, sehingga menyebabkan ketimpangan dalam distribusi kesempatan belajar.
Fasilitas dan Infrastruktur yang Tidak Siap
Salah satu faktor utama kegagalan kebijakan pendidikan Finlandia di Indonesia adalah perbedaan besar dalam infrastruktur dan fasilitas. Finlandia memiliki fasilitas pendidikan yang merata di seluruh wilayah, dengan sekolah-sekolah yang dilengkapi laboratorium, fasilitas olahraga, dan ruang kelas yang modern. Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi kekurangan fasilitas dasar di banyak daerah, terutama di wilayah pedesaan dan terpencil.
Kebijakan zonasi yang diterapkan di Indonesia sering kali tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur. Sehingga, meskipun kebijakan tersebut bertujuan untuk pemerataan pendidikan, banyak siswa yang justru terkendala oleh ketidakadaan fasilitas memadai di dekat tempat tinggal mereka. Ini jelas menunjukkan bahwa adopsi kebijakan tanpa memperhatikan kesiapan infrastruktur tidak akan berhasil.
Kualitas Guru yang Kurang Mendukung
Finlandia sangat dikenal dengan kualitas gurunya. Setiap guru di negara tersebut diwajibkan memiliki gelar master dan mendapatkan pelatihan intensif. Mereka juga diberikan gaji yang kompetitif, sehingga menarik individu terbaik untuk menjadi pendidik. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia, di mana banyak guru, terutama guru honorer, tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dan gaji yang cukup.
Di Indonesia, guru sering kali dibebani dengan tugas-tugas administratif yang memakan banyak waktu, tanpa mendapatkan dukungan yang memadai untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Banyak guru yang harus menghabiskan waktu mereka untuk menangani masalah administrasi, yang akhirnya mengurangi waktu yang seharusnya digunakan untuk mengembangkan metode pengajaran yang lebih baik dan mendukung siswa secara lebih efektif.
Kurangnya dukungan kepada guru-guru honorer dan beban administrasi yang berat ini turut berkontribusi pada rendahnya kualitas pendidikan di banyak sekolah di Indonesia. Sementara itu, di Finlandia, pemerintah memastikan bahwa guru-gurunya diberi ruang dan fasilitas untuk berkembang dan fokus pada pengajaran.
Rendahnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Pendidikan
Faktor lain yang membedakan antara Finlandia dan Indonesia dalam konteks pendidikan adalah kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Di Finlandia, pendidikan dianggap sebagai tanggung jawab bersama antara sekolah, pemerintah, dan keluarga. Orang tua dan komunitas sangat terlibat dalam mendukung pendidikan anak-anak mereka, bahkan sejak usia dini.
Sebaliknya, di Indonesia, keterlibatan masyarakat dalam mendukung pendidikan belum merata, terutama di daerah-daerah terpencil. Banyak orang tua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan formal, yang akhirnya memengaruhi partisipasi anak-anak mereka dalam proses pembelajaran. Kesadaran yang rendah ini juga menghambat upaya pemerintah dalam mengadopsi sistem pendidikan seperti Finlandia, karena pendidikan tidak dilihat sebagai prioritas utama oleh sebagian besar masyarakat.
Kegagalan Adopsi Sistem Pendidikan Finlandia di Indonesia: Masalah Zonasi dan Infrastruktur 3
Skor PISA yang Semakin Menurun
Penurunan kualitas pendidikan di Indonesia terlihat dari laporan Program for International Student Assessment (PISA), yang menunjukkan bahwa skor Indonesia terus menurun. Hal ini mencerminkan turunnya kemampuan kognitif dan pengetahuan siswa secara umum. Sistem pendidikan di Indonesia saat ini tidak mampu menghasilkan lulusan yang kompeten dalam literasi dan numerasi, yang merupakan indikator utama keberhasilan pendidikan.
Laporan dari beberapa sekolah juga menunjukkan bahwa banyak siswa bahkan tidak mampu menjawab pertanyaan dasar. Sebagai contoh, dari 17 siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Jakarta yang disurvei, hanya 1 siswa yang dapat menjawab soal teorema Pythagoras, dan hanya 3 siswa yang dapat menyebutkan tiga kebutuhan primer manusia. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya tingkat pemahaman dasar siswa-siswa di Indonesia.Bahkan yang sempat viral baru baru ini ada sejumlah siswa di sekolah SMP yang belum lancar membaca.
Kebijakan Pendidikan yang Tidak Mencerminkan Kebutuhan Nyata
Salah satu kritik utama terhadap kebijakan pendidikan di Indonesia adalah bahwa kebijakan tersebut sering kali tidak mencerminkan kebutuhan nyata di lapangan. Pemerintah terlalu fokus pada adopsi sistem-sistem yang digunakan di negara maju, seperti Finlandia, tanpa mempertimbangkan perbedaan kontekstual antara kedua negara.
Di Finlandia, misalnya, sistem pendidikan berbasis zonasi, tanpa peringkat dan tanpa ujian berlebihan, berhasil karena didukung oleh infrastruktur yang memadai dan kualitas guru yang tinggi. Namun, ketika sistem serupa diterapkan di Indonesia, hasilnya jauh dari yang diharapkan. Pemerintah Indonesia cenderung mengadopsi sistem pendidikan negara maju tanpa menyesuaikannya dengan konteks lokal, seperti infrastruktur yang belum memadai, kesenjangan ekonomi, dan perbedaan budaya.
Perlunya Reformasi Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi berbagai masalah yang ada, Indonesia perlu melakukan reformasi besar-besaran dalam sistem pendidikannya. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
1. Peningkatan Kualitas Guru: Pemerintah harus fokus pada peningkatan kualitas guru melalui program pelatihan yang lebih komprehensif dan peningkatan gaji, terutama bagi guru honorer. Selain itu, regulasi terkait rekrutmen dan sertifikasi guru harus diperketat, sehingga hanya individu terbaik yang dapat menjadi pendidik.
2.Pemerataan Fasilitas Pendidikan: Pemerintah juga perlu melakukan investasi besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur pendidikan di seluruh Indonesia. Setiap daerah harus memiliki akses yang setara ke fasilitas pendidikan yang layak, seperti laboratorium, perpustakaan, dan ruang kelas yang memadai.
3. Peningkatan Keterlibatan Masyarakat: Kesadaran masyarakat, terutama orang tua, terhadap pentingnya pendidikan perlu ditingkatkan. Program-program sosialisasi dan inisiatif lokal harus diperkenalkan untuk mendorong keterlibatan aktif orang tua dan komunitas dalam mendukung pendidikan anak-anak mereka.
Mengadopsi Sistem yang Sesuai dengan Kebutuhan Lokal
Selain reformasi tersebut, pemerintah Indonesia juga perlu lebih bijaksana dalam mengadopsi sistem pendidikan dari negara lain. Sistem pendidikan Finlandia mungkin berhasil di negara tersebut karena kondisi sosial, ekonomi, dan infrastrukturnya sangat mendukung. Namun, ketika sistem tersebut diterapkan di Indonesia tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal, hasilnya tidak akan sebaik di negara asalnya.
Oleh karena itu, Indonesia harus mengembangkan sistem pendidikan yang sesuai dengan konteks lokal, yang mampu menghadapi tantangan unik yang ada di negara ini. Kebijakan yang dirancang harus mempertimbangkan infrastruktur yang tersedia, kualitas tenaga pengajar, dan kondisi ekonomi masyarakat.
Kesimpulan: Tantangan dan Harapan untuk Pendidikan di Indonesia
Pendidikan adalah salah satu kunci utama untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Namun, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan kualitas pendidikannya. Adopsi sistem pendidikan Finlandia mungkin terlihat menjanjikan di atas kertas, tetapi penerapannya di Indonesia telah menunjukkan bahwa ada banyak hal yang harus diperbaiki sebelum hasil yang serupa dapat dicapai.
Dengan reformasi yang tepat, Indonesia dapat memperbaiki kebijakan pendidikannya dan menciptakan sistem yang lebih adil, merata, dan berkualitas. Pemerintah, masyarakat, dan sekolah perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap anak di Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Jika langkah-langkah ini diambil dengan serius, bukan tidak mungkin suatu hari nanti Indonesia dapat mencapai hasil yang sama dengan Finlandia dalam hal kualitas pendidikan.
Sumber : Malline Media