![]() |
Raden Mas Margono Djojohadikusumo |
JAKARTA.BERITATANGERANG.CO.ID -.Di balik riuhnya gema kemerdekaan dan hingar-bingar perjuangan fisik para pahlawan, ada nama yang jarang disebut namun jasanya tak terbantahkan dalam membangun fondasi ekonomi Republik Indonesia—Raden Mas Margono Djojohadikusumo.
Lahir pada 1894 dari kalangan priyayi Jawa, Margono bukanlah sosok yang mengangkat senjata. Namun perjuangannya tak kalah heroik. Ia adalah peletak batu pertama sistem keuangan negara, perancang bank pertama milik Republik, dan penyelamat ekonomi nasional di tengah kekacauan pasca-kemerdekaan.
Pada 16 September 1945, hanya sebulan setelah Proklamasi, Margono menerima tugas penting: mempersiapkan pendirian Bank Sentral—yang saat itu disebut Bank Sirkulasi. Negara butuh alat tukar sendiri, sistem keuangan sendiri, dan otoritas ekonomi yang tidak lagi bergantung pada peninggalan kolonial.
Dalam waktu singkat, pada 19 September 1945, sidang Dewan Menteri memutuskan membentuk bank negara yang kelak menjadi penopang utama sistem moneter Republik yang baru lahir. Lalu, melalui Perppu Nomor 2 Tahun 1946, lahirlah Bank Negara Indonesia (BNI)—bank pertama milik bangsa—dengan Margono sebagai Direktur Utama pertamanya.
Di tengah keterbatasan, Margono memimpin BNI dengan semangat patriotik. Kantor sederhana, modal terbatas, tapi semangatnya tak terbendung. Ia meyakini bahwa bangsa merdeka harus punya kekuatan ekonomi yang mandiri.
Margono bukan hanya seorang birokrat atau ekonom. Ia adalah negarawan. Ia juga anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan ikut merumuskan arah masa depan Indonesia sebelum merdeka.
Darah nasionalisme mengalir dalam keluarganya. Ia ayah dari ekonom legendaris Soemitro Djojohadikoesoemo dan kakek dari tokoh militer-politik, Prabowo Subianto. Namun jauh dari bayang-bayang keturunannya yang dikenal luas, nama Margono sendiri nyaris tak terdengar.
Di saat nama-nama besar lain diabadikan sebagai pahlawan nasional, Margono tetap sederhana dalam ingatan bangsa—padahal kontribusinya sangat strategis dan mendasar.
Kini, lebih dari tujuh dekade setelah kemerdekaan, waktunya bangsa ini memberi penghormatan layak bagi sang arsitek ekonomi. Tak banyak yang tahu bahwa status hukum BNI berubah menjadi persero pada 1970, saat Margono masih menjadi figur penting di belakang layar perkembangan institusi itu.
Jejak Margono Djojohadikusumo menunjukkan bahwa kemerdekaan bukan hanya soal perang, tetapi juga keberanian membangun sistem—ekonomi, keuangan, dan pemerintahan. Dan ia melakukan semuanya dalam diam, penuh pengabdian.
Menjadikannya sebagai Pahlawan Nasional bukan hanya bentuk penghargaan sejarah, tapi juga pengakuan bahwa kemerdekaan sejati berdiri di atas fondasi ekonomi yang kuat—fondasi yang ia bangun dengan sepenuh jiwa.
Jfr